Tuesday 12 February 2013

AMIEN

Artikel

Sejarah

Sejarah Revolusi Indonesia di Sekitar Lahirnya Republik Indonesia

OPINI | 22 May 2011 | 07:39 Dibaca: 2528   Komentar: 0   Nihil
13060245851730664909
Google; mendekati perang Pasific

Ketika kita gunjang ganjing tentang reformasi bangsa Indonesia dan juga dalam rangka kita memperingati hari kebangkitan nasional, barangkali tidak terbayangkan bagaimana Indonesia itu terjadi melalui Revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia tidak terlepas dari pergolakan yang terjadi didunia internasional. Pergolakan politik dunia dibelahan dunia Barat menjadi biang keladinya adalah Negara Jerman yang melakukan invasi oleh pemerintahan Nazi Hitler dengan serangan Blits Kriegnya mula-mula melanda negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940, sehingga pemerintah Belanda melarikan diri ke London untuk bergabung dengan sekutu dan menjadi pemerintah pelarian, sampai dengan tahun 1941 Pearl Harbour, Teluk Mutiara diserang Jepang hingga pecah perang Pasific, pemerintah pelarian Belanda pun turut menyatakan perang terhadap Jepang.
Invasi Jepang di Asia Timur dan Tenggara sungguh menggetarkan tak dapat diduga bahkan mampu menundukkan kekuasaan Barat. Setelah Singapura jatuh ditangan militer Jepang, maka kedudukan pemerintahan Hindia Belanda tak dapat dipertahankan lagi. Serbuan tentara Jepang di Indonesia pada permulaan bulan Maret tahun 1942, dimana pada waktu itu berhadapan dengan armada laut Belanda di lautan jawa, ternyata Belanda tidak mampu mempertahankan pemerintahan Hindia Belanda dan ia dipaksa menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Syarat-syarat penyerahan itu diumumkan oleh Komando Angkatan Darat Jepang di lapangan terbang Kalijati dekat Bandung, pada waktu itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir yang bernama Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer yang ditawan Jepang sekaligus pertanda berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.
Indonesia ibarat lepas dari mulut buaya masuk kecengkraman harimau, karena rakyat Indonesia setelah ini dibawah pemerintahan Nippon Jepang. Rakyat Indonesia berada pada persimpangan jalan yaitu dihadapkan pada dua tujuan perang yaitu propaganda sekutu disatu pihak dan dipihak lain propaganda perang oleh kekuatan-kekuatan Axis ( Jerman-Italia-Jepang), Rakyat Indonesia berada dibawah negeri penjajah baru dibawah genggaman kekuasaan militer Jepang. Padahal sebelum invasi militer Jepang rakyat Indonesia mendekati masa perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Banyak pemimpin pergerakan Indonesia mengalami masa pembuangan atau dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melumpuhkan aktivis politik bangsa Indonesia yang menghendaki kemerdekaannya.
Selama 10 tahun terakhir dari jatuhnya kekuasaan Belanda dengan pemerintahan Hindia Belandanya yaitu tahun 1932–1942, pemimpin-pemimpin gerakan nasional Indonesia berusaha untuk membujuk pemerintah Belanda memberikan latihan-latihan militer kepada orang-orang Indonesia untuk memberikan kemampuan membela tanah air dalam keadaa perang. Saat itu suhu politik dunia semakin menegang terutama didaerah Pasifik, keadaan keuangan ekonomi Belanda mengalami depresi ditandai dengan jatuhnya wall Street tahun 1929, untuk memperbaiki depresi tersebut maka pemerintah Belanda berusaha menstabilkan situasi social dan politik di negeri jajahannya dengan menunjuk dua gubernur jenderal secara berturut-turut, melakukan penindasan dan menjaga arus ekonomi dari Belanda ke Indonesia tetap lancar dan menjamin pengangkutan melalui pengapalan bahan mentah terutama rempah-rempah berjalan terus dengan lancar.
Tanpa stabilitas social, politik di Hindia Belanda maka keadaan ekonomi akan lebih memburuk dan hal ini akan mempengaruhi negeri Belanda itu sendiri yang memerlukan bahan-bahan mentah bagi kegiatan industerinya yang semakin meluas. Kedua Gubernur Jenderal tersebut adalah Mr.B.C. de jonge (1931-1936) dan Mr.A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942). Mereka berdua ini melaksanakan tugas tidak mudah, menghadapi persoalan-persoalan dalam negeri yang berdimensi luas, dengan meningkatnya situasi suhu politik didaerah Pasific. Menghadapi desakan dari Jepang yang memerlukan minyak dalam jumlah yang lebih besar. Jepang menampakkan gejala yang mencurigakan bagi pemerintah Belanda yang sedang bersiap-siap untuk perang atau melakukan ekspansi keselatan. Kecurigaan terhadap politik Jepang semakin nampak dengan menyusun strategi mendobrak tembok pengepungan politik dan militer kekuatan Amerika,Inggris, Tiongkok dan Belanda yang disebut dengan kekuatan A-B-C-D.
Bagaimanapun pemerintah Belanda masa itu merasa cukup aman menghadapi keadaan politik internasional didaerah Pasific dengan adanya front persatuan kekuatan-kekuatan A-B-C-D. Semenjak tahun 1930 an gerakan kebangsaan untuk kemerdekaan terhenti, karena tindakan-tindakan pemerintah colonial berupa penindasan, rapat-rapat umum dilarang, kemerdekaan pers dibatasi. Aparatur keamanan diberi kewenangan untuk menutup rapat-rapat partai, dan melakukan penangkapan terhadap pembicara yang pidatonya bersifat menghasut atau profokatif. Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak kepada petugas keamanan yang disebut dengan “hak-hak luar biasa”(exorbitante Rechten). Setiap orang yang dipandang oleh pemerintah membahayakan ketertiban umum, setiap saat dapat ditangkap dan dikirim ke kamp-kamp tawanan di “Boven Digul, Irian Jaya atau ketempat salah satu pembuangan lainnya. Mohamad Hatta dan Sjahrir pemuda-pemuda Indonesia dibuang ke Boven Digul, Sukarno ke pulau Flores, Iwa Kusuma Sumantri dan Dr. Tjipto Mangunkusumo ke Banda Neira,Maluku. Walaupun partai buruh Belanda mengajukan sebuah resolusi disebut resolusi Kramer untuk membatalkan tindakan-tindakan tersebut karena melanggar hak asasi manusia, namun resolusi tersebut ditolak.

No comments:

Post a Comment